Minggu, 12 Februari 2012

sebuah perenungan

Pusaran itu telah  berhenti
Sejenak pernah menyeretku dalam putaran yang tak kumengerti
Ketika hati tak cukup menampung semuanya
Ketika merah itu cinta tak lagi berwarna cinta
Ketika mulut berbicara yang tak sesuai dengan nalurinya
Menggantikan kebenaran dengan kesalahan
Aku memaki diriku sendiri

Aku mengerti sekarang
Hidup ini diatur Tuhan dengan skenario indah
Tuhan mempertemukan kita dengan masalah yang justru ingin membuat kita lebih kuat
Dan didunia ini tak ada orang jahat, setiap manusia  fitrahnya dilahirkan baik
Yang ada manusia yang belum bisa mendapatkan hal yang diinginkanya
kemudian hidup dalasm emosinya sendiri
Jangan pernah dendam pada orang yang pernah mengacungkan jari tengah kepadamu
Karna sesungguhnya mereka lupa membedakan yang mana pantas dan tak pantas

Aku mengerti sekarang...
Manusia bukanlah malaikat
Maafkanlah jika mereka salah, karna tanpa kita sadari kita juga banyak berbuat salah
Setiap kekalutan manusia adalah berkah yang diberi-Nya
Karna dari situ kita belajar bagaimana hidup lebih baik
Jika kamu terdhalimi, maafkanlah mereka..
Hanya berdamai dengan hati dan belajar berjiwa  besar lah obatnya
Setiap orang diberi kebahagiaan dengan porsi standar oleh Tuhan
Tapi semuanya tergantung kita membentuknya menjadi apa
Semuanya ada ditangan kita











Senin, 05 Desember 2011

sosok pahlawan wanita Aceh dan dua isi *Femenisme dan Status Sosial


    Menulis tentang perempuan seperti membuka lembaran novel yang selalu menarik untuk dibaca kelanjutannya. Jujur saya sudah lama tertarik ingin menulis tentang perempuan, yaitu sosok fenomenal yang selalu dibicarakan sepanjang masa. Berbicara tentang kaum saya endiri kadang seperti bercermin tentang refleksi diri baik itu sisi baik dan buruk. Dan dua sisi menarik dari sudut pandang saya tentang seorang perempuan adalah sosok heroik dalam konteks  gender dan status sosial  *para janda :) khususnya perempuan aceh.

*perempuan Aceh sebagai pahlawan dan dalam pandangan feminisme
       Jauh sebelum isu gender dihempaskan ke publik dan sebelum Kartini muncul ternyata perempuan Aceh telah memainkan peran penting semenjak abad ke 11 yang lalu. Perempuan Aceh telah menggerakkan lini kehidupan masyarakat menuju kesebuah peradaban jauh melampaui jamannya. Ya…kita punya banyak pahlawan wanita yang pemberani, turun ke medan perang berdiri bersama laki-laki dan bahkan mengambil peran laki-laki saat itu melawan penjajah. Menariknya, mereka masih menyandang nilai-nilai keislaman dan kearifan local (tradisi dan budaya) secara harmonis tatapi tetap dalam konteks seorang ibu.
   Mereka perempuan yang hidup jauh sebelum kita, tidak pernah menggembar gemborkan gender (feminisme) tapi telah jauh mempraktekkan konsep feminisme yang senenarnya. Sementara kita perempuan yang sudah merdeka masih salah kaprah menempatkan emansipasi dan justru sibuk menyuarakan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan yang hidup di era kekinian menentut kesetaraan disegala bidang. Padahal Allah sudah mengatur segalanya sesuai dengan porsinya sendiri, yaitu berbagi peran sesuai kebutuhan tanpa keluar dari konteks agama itu sendiri.  Wow..saya jadinya membayangkan seorang laki-laki duduk menyusui seorang  bayi:)

* Status janda sebagai seorang pahlawan dan dalam pandangan masyarakat kita
     Sisi menarik yang selalu menarik perhatian saya adalah bagaimana pandangan masyarakat kita terhadap status janda di era kekinian. Banyak masyarakat yang memberikan strigma negatif terhadap janda, apa itu karna pengauh media yang selalu menampikan sosok perempuan genit sebagai konsumsi public atau memang pandangan masyarakat sendiri yang keliru dalam menilai. Entahlah..
      Hal membanggakan para janda dan perempuan aceh pada umumnya adalah kita punya Cut Nyak Dien, Cut Meutia, tengku Fakinah, Pocut Meurah Intan, Pocut Meuligo. Mereka adalah para janda yang gagah berani melawan penjajah menggantikan para suami yang syahid terlebih dahulu. Situasi yang sulit justru membentuk mereka menjadi figure  perempuan yang kuat. Mereka telah membuat penjajah kalang kabut dan mengangkat topi atas semangat juang para janda tesebut dalam  berjuang, keberanian serta memelihara diri mereka sesuai dengan konteks budaya yang kuat.

So…terakhir saya ingin sedikit berbagi, bahwa saya juga mempunyai sosok heroik dalam hidup saya, seorang perempuan sederhana yang hidup diakhir jaman, mempunyai impian besar membesarkan anak anaknya menjadi sesuatu dikemudian hari. Beliau juga seorang janda yang memilih hidup sendiri semenjak ditinggal mati suami serta menghabikan waktunya bersama kedua anaknya. Sosok yang sangat fenmenal dimata saya…dialah ibu saya sendiri :)


love u mom...my hero :)





Rabu, 16 November 2011

WAJAH JELEK IDENTIK DENGAN PERAN JAHAT??

Sudah lama saya sedikit terusik dengan sebuah tayangan sinetron di televisi swasta yang tayang jam 21:00. Hampir setiap adegan yang ditampilkan sarat dengan kekerasan. Salah satu dialog yang paling saya ingat adalah “Saya akan memanggil anak buah saya untuk menghabisi kamu” lalu tak lama berselang muncul anak muda berbadan tegap, berkulit gelap, kekar, dekil lalu bertarung ala hero membela sang majikan.

Jangan salah..saya tidak sedang memperbincangkan sebuah jalan cerita sinetron tersebut , tapi yang menarik perhatian saya kenapa tokoh si preman selalu muncul dengan wajah jauh dari rupawan? Apakah orang yang besar, hitam, dekil itu selalu identik dengan orang jahat?

Kemudian saya ingin menceritakan kisah seorang teman saya yang kehidupannya sedikit tidak adil untuknya. Bukan tidak adil dalam konteks Tuhan memberikan kebahagiaan terhadap dirinya, tapi lebih terhadap perlakuan masyarakat terhadap dirinya. Namanya sebut saja Bunga, memiliki rambut tebal dan ikal, kulit hitam plus tubuh yang sangat berisi. Dia sosok yang cerdas dalam bidang akademis, memiliki bakat seni yang kental dalam tubuhnya salah satunya bermain teater. Suatu kali dia dating kepada saya “Sis…kenapa aku selalu dapat peran orang jahat, jadi ibuk kos cerewet, tokoh-tokoh jahat lah” ucapnya. Saya tersenyum lalu bilang, “oke nanti kakak datang liat kamu tampil” penasaran saya kala itu bagaimana kemampuan akting dia.
Tidak lama berselang sebuah radio swasta di Banda Aceh mengadakan sebuah acara di taman sari dan kebetulan teman saya tadi ikut tampil dalam sebuah pementasan teater. Perannya cuma sebagai ibu-ibu yang cerewet yang hanya mengambil tempat sekian durasi saja. Tapi taukah ternyata dia mampu menghipnotis penonton jauh melampaui tokoh sentral didalam pementasan tersebut. Applous penonton membuat saya merinding.
Dua poin diatas membuat saya berfikir ternyata tayangan di televisi dan realita terjadi di masyarakat kita membuat saya mengambil suatu kesimpulan ternyata obsesi terhadap penampilan fisik mempengaruhi setiap orang dalam budaya kita. Orang yang berparas rupawan atau yang biasa saja mengemas dirinya serupawan mungkin ternyata jauh lebih mendapat tempat dalam masyarakat kita.

Dua poin diatas membuat saya berfikir ternyata tayangan di televisi dan realita terjadi di masyarakat kita membuat saya mengambil suatu kesimpulan ternyata obsesi terhadap penampilan fisik mempengaruhi setiap orang dalam budaya kita. Orang yang berparas rupawan atau yang biasa saja mengemas dirinya serupawan mungkin ternyata jauh lebih mendapat tempat dalam masyarakat kita.

Mau bukti? Coba aja lakukan tes terhadap anak kecil..beri dia setumpuk foto lalu disuruh memilih yang mana orang jahat maka dengan tanpa berfikir dua kali pasti dia memilih sosok yang paling jelek *baca: tidak rupawan. Mungkin saja mereka terilhami tokoh ibu peri yang cantik atau tokoh monster yang jahat dikomik, cerita atau tontonan di televisi.

Akhirnya fenomena sosial diatas membuat saya menemukan jawaban yang paling bijak saat ini, yaitu melawan ketidakadilan dengan menjadi orang yang terlihat menarik dan lebih rapih menempatkan diri *bahasa kerennya cantik luar dalam

Minggu, 13 November 2011

skripsi *baca: geri-geri sedap

Kata tidak bisa hanya membuatku berhenti berusaha, kata bisa membuatku terus berusaha untuk menemukan diriku yang sebenarnya.

Kata bijak ini mengingatku disaat aku dulu waktu menyelesaikan skripsi, dulu aku tidak bisa menulis, namun aku berani mencoba dan hasilnya tidak seburuk aku bayangkan ternyata. Aku mau sedikit membuka memoriku ketika sedang menyusun skripsi dulu. Maaf tidak bermaksud menceritakan hal-hal yang tidak menyenangkan tentang seseorang, tapi ini sebagai pembelajaran berharga bagi kita semua tentang bagaimana melihat sisi baik seseorang yang kadangkala dimata kita begitu buruk awalnya. Aku punya pembimbing skripsi, pembimbing satu dan dua. Pembimbing duaku termasuk idolaku, dari awal beliau sedikitnya sudah menarik simpatiku. Jadi aku tidak menceritakan disini, yang aku ingin cerita adalalah mengenai pembimbing satu yang jujur…sedikit memyeramkan.

Sabtu, 12 November 2011

melukis di langit

Kugoreskan jemariku melukis langit
Kulukiskan samar garis wajahmu
Kupilih warna dari sekian nuansa
Kembali jemariku melukis langit
Memberi warna digaris wajahmu
Warna yg masih seperti dulu
Tak pudar dibakar waktu

Garis bibirku melengkung samar
Ketika sketsamu utuh dimataku
Yang hanya bisa kulihat dg hatiku
Kubiarkan bergemuruh kecil disini
Aku kembali melukis langit
Menuliskan namamu disana

sosok ayah dimataku

Jika ditanya siapakah sosok idola kamu? Aku akan menjawab ayahku…

Inilah sepenggal sosok ayah dimataku :)

*sosok ayah dimataku ketika aku usia SD

Aku tumbuh menjadi anak yang tomboy, manja tapi patuh ma orang tua..yaahhh nakal-nakal dikit namanya juga anak-anak :p. Dimana ada ayah disitu ada aku, nama kecilku tatok..ayah sering memanggilku demikian, mungkin ingin memiliki anak laki-laki kali yaaa?. Dimataku, masa kecilku terlewati begitu indah. Setiap sore aku jalan-jalan dengan ayah, naik gunung paya nie (dulu aku mikirnya gunung padahal Cuma bukit) makan siang disana bertiga dengan kakakku satu-satunya. Ayah sering menguji kemampuanku mengingat nama desa, jadi setiap melewati papan nama desa ayahku mempercepat laju motornya supaya aku tidak sempat membacanya hahaaha (anehnya sekarang kok aku bias lupa nama tempat en jalan?).